Sudah ku rapikan masa lalu ku,
Sudah pula ku tenggelamkan masa gelap ku,
Sudah pula ku tenggelamkan masa gelap ku,
Tapi kau tetap memilih duduk,
Bersamanya yang sudah bersiap-siap jauh lamanya,
Sebelum aku yang terlambat maju,
Bersamanya yang sudah bersiap-siap jauh lamanya,
Sebelum aku yang terlambat maju,
Langkahku yang hanya bisa
menggapaimu secara diam-diam,
Menyentuhmu di setiap bait-bait doa malam,
Berharap kelak jika hatimu terbuka,
Aku yang ada sedang duduk di tempat pengantrian paling terakhir,
Dapat masuk di urutan pertama,
Menyentuhmu di setiap bait-bait doa malam,
Berharap kelak jika hatimu terbuka,
Aku yang ada sedang duduk di tempat pengantrian paling terakhir,
Dapat masuk di urutan pertama,
Ilusi,
Ya, sudah ku sadari,
Jauh sebelum aku memutuskan untuk mengenalmu lebih jauh,
Ya, sudah ku sadari,
Jauh sebelum aku memutuskan untuk mengenalmu lebih jauh,
Sakit,
Tenanglah, sudah ku siapkan,
Jauh sebelum kau membalas pesan perkenalan hari pertama,
Tenanglah, sudah ku siapkan,
Jauh sebelum kau membalas pesan perkenalan hari pertama,
Sudah,
Sudah ku terima segala tamparan yang kau beri,
Sudah ku biasakan hatiku tanpa memandang matamu lagi,
Sudah pula ku jinakkan rindu ku yang terlalu menggebu mengenang saat berjumpa dulu,
Sudah ku terima segala tamparan yang kau beri,
Sudah ku biasakan hatiku tanpa memandang matamu lagi,
Sudah pula ku jinakkan rindu ku yang terlalu menggebu mengenang saat berjumpa dulu,
Meski akhirnya,
Aku yang terbanting jauh terluka harus mengakui hal yang bahkan belum berani ku coba,
Aku yang terbanting jauh terluka harus mengakui hal yang bahkan belum berani ku coba,
Kenapa, kau?
Kenapa takdir menulis kita hanya
sebatas saling kenal?
Atau, sebatas aku yang mengagumi mu
dari jauh?
Salahku yang terlalu perasa,
Menganggap bahwa ‘kita’ akan segera ada,
Menganggap bahwa pesanmu adalah bagian dari rasamu,
Menganggap bahwa ada yang tersimpan darimu tentangku,
Tapi ironinya,
‘kita’ tidak akan pernah ada,
Pesanmu hanya bagian dari rasa hormatmu,
Ya, ada yang tersimpan darimu tentangku,
‘kita’ tidak akan pernah ada,
Pesanmu hanya bagian dari rasa hormatmu,
Ya, ada yang tersimpan darimu tentangku,
Aku hanya sebatas pemain figuran yang menumpang lewat sebentar,
Singgah ke permainan teater cinta antara kau dan si sempurna,
Puaskah kau bertemu dengan sang
sempurna?
Sudah tentramkah jiwamu menghabiskan
masa terindah dengannya?
Sudah terlukiskah oleh mu kelak
bagaimana jiwa senjamu dengannya?
Ku harap jawabannya, ya, sudah,
Ku harap takkan pernah ku dengar
jawaban ‘belum’ mu,
Karena hatiku pasti mengambil peran lagi,
Ia pasti ingin kembali mengantri,
Karena hatiku pasti mengambil peran lagi,
Ia pasti ingin kembali mengantri,
Jadi, jangan,
Bagiku telah cukup apa yang terjadi di antara kita,
Dayaku sudah belajar sanggup menerima apa yang seharusnya memang ku terima,
Bagiku telah cukup apa yang terjadi di antara kita,
Dayaku sudah belajar sanggup menerima apa yang seharusnya memang ku terima,
Ku kembalikan ‘angan’,
Ku putar senja,
Ku biarkan angin membius segala fikiranku tentangmu,
Sekalipun sudah tertusuk duri upayaku melupakanmu,
Ku putar senja,
Ku biarkan angin membius segala fikiranku tentangmu,
Sekalipun sudah tertusuk duri upayaku melupakanmu,
Biarlah ku nikmati tentang kita,
Hanya dalam rengkuhan mimpi panjang,
Hanya dalam rengkuhan mimpi panjang,
Berubahku untukmu,
Diamku agar kau mengerti,
Sudah tak bisa lagi ku genggam kau jika kau inginnya terlepas,
Sudah hilang rasa juangku jika kau tetap ingin bersamanya,
Diamku agar kau mengerti,
Sudah tak bisa lagi ku genggam kau jika kau inginnya terlepas,
Sudah hilang rasa juangku jika kau tetap ingin bersamanya,
Berbahagialah, sang inspirasi
kata-ku,
Dua bola mata akan selalu mengarah padamu,
Dua pundak masih tersedia untuk menopang keluh kesahmu,
Satu hati yang masih selalu tersimpan namamu,
Dan dua jantung yang masih selalu berdebar sangat kencang,
Dua bola mata akan selalu mengarah padamu,
Dua pundak masih tersedia untuk menopang keluh kesahmu,
Satu hati yang masih selalu tersimpan namamu,
Dan dua jantung yang masih selalu berdebar sangat kencang,
Mengingatmu di berbagai suasana,
Semoga istana kecil yang ku bangun
bernuansa doa turut kebahagiaanmu,
Dapat membawamu ke bahagia yang memang sang pemberi bahagia inginkan,
Bukan aku lagi yang berjuang,
Sudah sampai dayaku mencintaimu,
Dapat membawamu ke bahagia yang memang sang pemberi bahagia inginkan,
Bukan aku lagi yang berjuang,
Sudah sampai dayaku mencintaimu,
Ke akhir masa dimana kita bertemu,
Ku tulis bagian terakhir kepedihan,
Selamat tinggal ‘kita’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar