Selasa, 14 Februari 2017

Babak Perjuangan

Kedua kalinya,
“menyerahlah, atau kau akan semakin terluka nantinya”,
Kalimat yang sama,
Kesulitan yang sama,

Masih ada namamu yang membekas,
Bekasnya masih terasa pahit,
Sangat pahit.

Jika jujur adalah lambang dari sebuah jawaban,
Maka mengapa jawaban yang ku selipkan selalu membawaku larut dalam kepedihan?
Mengapa ‘jujur’ yang mereka katakan selalu membawaku jatuh bahkan sangat dalam?

Nama yang sama,
Yang dulunya merekah manis dalam kalbu,
Kini tumbuh semakin layu.
Aku tidak pernah menyalahkan kepergianmu,
Pesan-pesan singkatmu yang dulunya mampir sesekali,
Kini memang sudah hilang,
Takkan ada perbincangan lagi,
Sampai malam enggan beranjak pagi,
Sampai malam terasa hangat ditemani pesan-pesan candamu.

Tidak lagi kurasa hangatnya hari merengkuh,
Sudah tidak ada lagi rasa khawatir signal ponsel meredup ketika mendung mulai menghampiri,
Khawatir pesan-pesan kecilmu terganggu untuk masuk ke ponselku.

Yang tak kau ketahui dan tak akan pernah kau ketahui,
Ponselku masih sama,
Nomor tujuan yang sama,

Namun,

Segala tentangmu sudah ku jadikan prasasti kenangan lama,
Yang sebentar lagi akan ku bangun museum untuk pesan-pesan lamamu.

Setidaknya,
Aku bisa merehatkan fikiranku yang kacau atasmu,
Aku bisa merenggut kebahagianku yang selalu tertunda sejak hadirmu.

Luar biasa, bukan?
Seseorang yang bukan menganggapmu siapa-siapa malah menjadi duniamu,
Ia bisa menjadi jawaban dari segala keresahan,
Ia membawa perjalanan pahit yang belum pernah dirasakan olehnya.

Perihal cinta yang kau bawa awalnya bahagia,
Kini menjadi pahit dan bernanah,
Entah kapan tulisan-tulisan ini membawamu ke rasa,
Untuk mengakhiri segala tanda tanya,
Segala otak yang membuntu,
Karena jawabanku yang semakin rancu.

Keajaiban memang tidak datang dengan sendirinya,
Jika tidak diperjuangkan menjadi nyata,
Maka semua hasil yang di harapkan nyata bisa saja menjadi mitos.

Tapi,

Akankah semua perjuangan membawa hasil yang bahagia?

Entahlah,
Entah dayaku yang masih belum cukup untuk menggapaimu,
Atau diriku yang masih belum banyak memahami apa yang kau mau.


Esok, lusa atau kemarau mendatang,
Aku masih menanti hari dimana hatiku terbebas dari angan tentangmu,
Dan jika kelak hari itu datang,
Ku harap hujan tak lagi membawaku pada memori pahit tentangku dan tentangmu,
Yang pernah menulis setapak sejarah kehidupan,
Bahwa bersama tak harus memiliki,
Dan rasa tulus tak harus membawa akhir yang mengesankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar