Perihal rindu yang sifatnya kekal,
Selalu ada harapan dibaliknya,
Selalu ada harapan dibaliknya,
Bebaslah kau menganggap apa tentang rindu ini,
Tanpa aku ingin ketahui,
Mengejarmu tanpa batas,
Bahligai cakrawala tanpa bintang,
Bahligai cakrawala tanpa bintang,
Hampa,
Tak apa menikmati desirnya pedih
seorang diri,
Sudah terbiasa rasanya,
Menikmati tepukan cinta yang tidak diacuhkan,
Sudah terbiasa rasanya,
Menikmati tepukan cinta yang tidak diacuhkan,
Labirin hatiku sudah tebal,
Diisi dengan pesan-pesan rindu yang tak kunjung kau balas,
Masih tenang jiwaku menunggu rasanya,
Entah bagaimana ia tetap tegar melawan kau di tengah perjuangan,
Diisi dengan pesan-pesan rindu yang tak kunjung kau balas,
Masih tenang jiwaku menunggu rasanya,
Entah bagaimana ia tetap tegar melawan kau di tengah perjuangan,
Firasat demi firasat,
Ku coba melawan lagi,
Pertarungan yang tak kunjung ku dapati akhir,
Ku coba melawan lagi,
Pertarungan yang tak kunjung ku dapati akhir,
Kedatanganmu selalu sederhana,
Dengan secercah senyuman hangat,
Masih jelas teringiang suara tawamu,
Ditemani dengan kopi hangat dan dingin,
Di tengah suasana hiruk pikuk keramaian dengan mesin pendingin ruangan,
Dengan secercah senyuman hangat,
Masih jelas teringiang suara tawamu,
Ditemani dengan kopi hangat dan dingin,
Di tengah suasana hiruk pikuk keramaian dengan mesin pendingin ruangan,
Tapi kau masih dapat menemukan kedua
bola mataku,
Dan aku selalu menemukan rasa pandanganmu disepanjang kau menatap,
Sungguh,
Angkasa sudah terlalu baik,
Menjaga rasa ini,
Dia masih saja utuh pada manusia
yang sampai sekarang harapannya masih abu,
Meski menggapaimu masih didalam mimpi tidur ku,
Ku harap sosokmu yang sesekali masih ku lihat di dunia nyata,
Masih bisa ku rasa hangatnya,
Bagaikan senyum yang kau kirim,
Di awal pertemuan kita.
Meski menggapaimu masih didalam mimpi tidur ku,
Ku harap sosokmu yang sesekali masih ku lihat di dunia nyata,
Masih bisa ku rasa hangatnya,
Bagaikan senyum yang kau kirim,
Di awal pertemuan kita.